Pulau Bunyu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Timur (masuk di Wilayah Utara), Indonesia. Kecamatan ini beribukota di Bunyu memiliki 3 Desa yaitu Desa Bunyu Barat, Bunyu Timur dan Bunyu Selatan, dengan luas wilayah 198,32 km² Jumlah penduduk 9.810 jiwa dengan Kepadatan 49,47 jiwa/km² serta berjarak ± 60 km dari ibukota kecamatan ke Tanjung Selor. Untuk mencapai kecamatan ini, dapat pula melalui Pulau Tarakan ±1 jam perjalanan dengan menggunakan speed boat yang sudah terjadwal.
Nama Pulau : Pulau Bunyu
Nama Kecamatan : Kecamatan Bunyu
Nama Camat : Ibramsyah,S.Sos
Nama Desa : Desa Bunyu Timur ,Desa Bunyu Barat dan Desa Bunyu Selatan
Nama Kepala Desa : Muhammad (Kepala Desa Bunyu Timur)
Lawang (Kepala Desa Bunyu Barat)
Junaidi Baco (Kepala Desa Bunyu Selatan)
TOPOGRAFIS
Secara umum jika ditinjau secara geografis Pulau Bunyu terdiri dari daerah datar dan sebagaiannya dataran tinggi dengan tingkat kemiringan sedang.
DEMOGRAFIS
Secara demografis Kecamatan Bunyu memiliki jumlah penduduk 9.810 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 5.214 jiwa dan perempuan 4.656 jiwa. Dari sejumlah penduduk itu, klasifikasi dewasa 6.603 jiwa dan anak-anak 3.267 jiwa, dengan tingkat kepadatan mencapai 49,47 jiwa/km².
SOSIAL BUDAYA
Masyarakat di Bunyu cukup beranekaragam, bagian terbesarnya adalah pendatang yang berasal dari Jawa maupun Sulawesi. Sedangkan suku aslinya adalah masyarakat Suku Tidung, dengan komposisi Suku Jawa 26,85 %, Bugis 25,11 %, Tidung 11,29 %, Banjar 9,97 % dan suku lainnya 26,78 %.
Berdasarkan agama yang dianut masyarakatnya pun juga beragam, meliputi: Islam 87,67%, Kristen Protestan/Katolik 12,13%, Hindu 0,03%, serta Budha 0,17%. Dengan keanekaragaman tersebut, maka secara budaya dan adat istiadat pun juga beragama. Masing-masing suku yang ada secara khas menampilkan budayanya masing-masing, seperti Jawa, Bugis, Banjar, Tidung maupun lainnya. Sebagian masyarakatnya bekerja sebagai tenaga kerja/karyawan di PT Pertamina EP Bunyu dan PT Adani Global, PNS, petani kebun dan bagian terbesarnya menjadi nelayan.
KOMODITI KHAS
Salak, dimana buah tersebut jika ingin mendapatkannya silahkan berkunjung ke daerah Gunung Daeng walaupun namanya Gunung Daeng tapi daerah tersebut bukan di gunung. Mayoritas masyarakat Gunung Daeng adalah masyarakat yang berasal dari Sulawesi lebih spesifiknya adalah berasal dari Kabupaten Enrekang, cukup unik karena daerah tersebut di huni oleh 100% suku Bugis (Enrekang) 100% Islam
Ikan (basah dan kering) didaerah pangkalan dekat dengan pasar lama.
Komoditi olahan hasil pertanian, untuk masalah pertanian khususnya sayur mayur kita dapat mengunjungi daerah yang bernama “Kebun Sayur” yang terletak di Jalan Manunggal IX mayoritas petani sayuran tersebut adalah suku Toraja.
Selain itu juga terdapat buah yang unik yaitu, buah kapul, buah terap, buah keledang dan buah elay biasa orang menyebutnya dengan durian kuning.
OBYEK WISATA
Pantai Nibung, Pantai Sungai Kura, Padang Golf dan Pabrik Produksi Minyak dan Gas, Kolam Renang,
POTENSI
Batu Bara, Minyak dan Gas, Perikanan dan Pertanian
AKSES MENUJU PULAU BUNYU
Jika hendak berkunjung ke Pulau Bunyu maka transportasi yang digunakan menggunakan speed boad dengan jarak tempuh sekitar 60 menit dengan mengeluarkan biaya 75.000,- dulu bisa menggunakan kapal milik pertamina selain itu juga bisa menngunakan pesawat karena walaupun hanya pulau namun memiliki bandara yang dibangun oleh perusahaan pertamina, kini bandara tersebut sudak tidak beraktifitas lagi dan beralih fungsi dipergunakan oleh masyarakat sebagai tempat joging pada pagi dan sore hari.
DINAMIKA DI PULAU BUNYU
Jika telah menginjakkan Pulau Bunyu khususnya bagi para pendatang baru maka jangan heran dan jangan kaget, yang akan tampak bangunan besar seperti Hotel tapi itu bukanlah hotel melainkan kantor besar sebagaimana masyarakat bunyu menyebutnya, kantor besar karena kantor tersebuat yang pling besar di Pulau tersebut, Pertama kali diresmikan oleh mantan Presiden ke-2 RI, Soeharto, pada tanggal 23 Oktober 1986. Lalu untuk pengoperasiannya pertama kali diresmikan pada tanggal 26 Februari 1988 oleh Abdul Rachman Ramly selaku Direktur Utama Pertamina pada waktu itu. Dua tanggal peresmian yang berbeda ini dapat dilihat pada dua buah prasasti yang berada pada dinding resepsionis kantor ini. Keduanya terbuat dari batu marmer.
Adapun penginapan di Pulau tersebut terdapat di jalan pangkalan yaitu penginapan “Sudi Mampir”, ada juga penginapan dekat kantor besar yang bernama penginapan “Suhaya” dan di jalan maunggal penginapan “Rika”. Namun kini akan terasa sulit selain penginapan “Sudi Mampir” karena penginapan yang lain sudah terisi oleh pekerja dari pertambangan batu bara. Bahkan rumah-rumah milik warga juga sudah banyak yang dikontrakkan. Bagi para pengunjung yang menjadi tamu dari perusahaan Pertamina tidak perlu khawatir karena Perusahaan Pertamina memiliki Mess dengan fasilitas yang cukup memadai. Walaupun hanya sebuah kecamatan kecil, namun sudah banyak memberikan prestasi yang cukup gemilang, baik itu dibidang keagamaan, kesenian, pendidikan, maupun olahraga. Karena faktor bercampur baurnya masyarakat asli pulau Bunyu dengan pendatang dari luar, maka tidak heran kalau kehidupan masyarakatnya pun dapat dianggap modern, dimana dapat dilihat dari cara berpikir masyarakatnya dan juga pola kehidupannya yang cukup terpengaruh oleh zaman modern yang kemungkinan didukung oleh fasilitas fasilitas yang lumayan memadai untuk sebuah pulau kecil. Adanya warnet yang dikelolah oleh Multicom yang tersedia juga membuka kesempatan masyarakatnya untuk berbaur dengan dunia maya. Perpustakaan perpustakaan yang tersedia untuk umum pun juga dapat berpengaruh kepada pemikiran masyarakatnya.
Sejak beberapa puluh tahun sebagian besar masyarakat Bunyu bekerja sebagai karyawan Pertamina. Sebuah industri migas yang telah dimulai sejak tahun 1929 ini memang menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.
Pulau Bunyu juga mempunyai beberapa tempat wisata. Mungkin yang pantas untuk disebutkan misalnya pantai Nibung dan pantai Sungai Kura. Kedua pantai ini memang sudah biasa menjadi tempat berekreasi bagi masyarakat Bunyu. Bahkan di pantai Nibung beberapa kali pernah diadakan kegiatan Pesta Pantai yang kabarnya akan dijadikan agenda reguler. Bahkan pantai tersebut pernah diadakan pesta laut dengan pelepasan 1000 ekor anakpenyu, beberapa tahun kemudian setelah besar penyu-penyu tersebut bertelur disekitar pantai Nibung dn pantai Serdang, sungguh sangat disayangkan akibat tidak dikelolah dan mendapat perhatian dengan baik penyu-penyu tersebut sudah semakin jarang ditemukan bertelur, belum ada penelitian tentang keberadaan penyu-penyu tersebut menghilang dengan sendirinya.
PULAU YANG KECIL NAMUN KAYA AKAN SDA DAN SDM
Pulau Bunyu adalah pulau yang menarik walaupun pulau ini sangat kecil bahkan mencarinya di Peta juga mungkin tidak terlihat, walaupun pulau ini sangat kecil namun kaya akan sumber daya alam. Ada pabrik Methanol milik Pertamina yang dikelola oleh Medco E&P Indonesia (milik pengusaha nasional Arifin Panigoro sekarang sudah tidak beroperasi lagi karena kontraknya sudak berakhir). Selain itu Pertamina E&P juga telah lebih dari dari 40 tahun melakukan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi migas di pulau tersebut. Selain Perusahaan yang bergerak di bidang Migas kini Pulau Bunyu juga memiliki Perusahaan PT. Adani Global yang bergerak dibidang pertambangan batu bara. Dengan demikian Pulau Bunyu seolah menjadi magnet. Tapi disebalik pertambangan batu bara tersebut masih menyisahkan kontroversi Pro dan kontra dari masyarakat setempat. Simalakama,itulah mungkin yang dapat digambarkan satu sisi masyarakat berdalih dengan adanya pertambangan batu bara berarti mengurangi pengangguran yang ada di Pulau Bunyu. Inilah dalih yang digunakan bagi masyarakat yang pro terhadap pertambangan batu bara. Disatu sisi bagi masyarakat yang kontra dengan berdalih bahwa dengan masuknya pertambangan batu bara milik PT. Adani Global maka akan terjadi kerusakan hutan yang belum tampak saat ini,namun akan terasa 20,30 tau 40 tahun kedepan, kalau memang ini akan terkadi lantas bagaimana nasib generasi anak cucu selanjutnya? Kata solusi sampai kapan akan didengungkan? Sementara pertambangan sudah berjalan masyarakat juga sudah menikmati (bgi mereka yang menikmati) kalaupun solusi tidak ditemukan mungkin dinamika yang terjadi berjalan seperti air,bagi yang pro sesuai dengan pendiriannya mengurangi pengangguran bagi yang kontra sesuai juga dengan pendiriannya selamatkan pulau bunyu,save our island.
Mengenai SDM di Pulau Bunyu, (walaupun sedikit emosional) terbilang lumayan, bayangkan dulu waktu masih menjadi SD Pertamina kemudian berubah menjadi SD Patra Dharma setiap ada perlombaan cerdas cermat tingkat SD-SMP se-Kecamatan Bunyu selalu dimenangkan oleh SD-SMP Patra Dharma (maaf tanpa mengecilkan prestasi sekolah yang lain) dan mewakili tingkat Kabupaten Bulungan kemudian tingkat Provinsi Kalimantan Timur bahkan prestasi tersebut sampai pada tingkat Pusat di Jakarta, terima kasih buat kawan-kawan yang telah membawa nama baik Pulau Bunyu (Prima Krisna, Rijal Fadilah, Mahendra, Didit Aditya dan Julius Ramadhan). Selain itu pada perlombaan lain juga kontingen dari Pulau Bunyu acap kali mendaptkan prestasi membawa nama baik Pulau Bunyu. Dan baru-baru ini salah satu sahabat kami Rustam meraih juara I kejuaraan kempo yang diadakan di Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara mengalahkan juara provinsi. Sungguh Prestasi yang membanggakan…
SEJARAH MIGAS DI PULAU BUNYU
Menurut beberapa catatan yang ada, lapangan minyak dan gas di Pulau Bunyu sudah diketemukan pada awal abad ke-20. Tepatnya pada tahun 1902. Tidak ada catatan yang mencantumkan tanggal dan bulan. Survey lapangan ini dilakukan oleh Baataafsce Petroleum Maatchapij (BPM). 20 tahun kemudian usaha-usaha untuk mengeksplorasi minyak dan gas di Pulau Bunyu dilanjutkan oleh perusahaan Nederlanche Indische Aardolie Maatchapij (NIAM). Perusahaan ini merupakan perusahaan kerjasama antara Baataafsce Petroleum Maatchapij (BPM) dengan kerajaan Belanda.
Pada masa itu suasana di Pulau Bunyu masih sangat sepi. Pada tahun 1951, sumur pengeboran dengan kode B-17 sudah selesai dibangun dan menjadi sumur pertama di Pulau Bunyu yang memproduksi minyak dan gas. Ini masih dikerjakan oleh perusahaan NIAM. Dan pada tahun 1959, NIAM diubah namanya menjadi PT. PERMINDO yang kemudian dilikuidasi oleh pemerintah Republik Indonesia. Oleh pemerintah RI, nama perusahaan itu diubah lagi menjadi PN. PERMINA. Pada tahun 1971, nama PN. PERMINA berubah menjadi PERTAMINA.
Tidak kemudian, kandungan migas juga ditemukan oleh perusahaan ARII di lapangan Sembakung dan Bangkudulis. Dan pada tahun 1984 kedua lapangan migas tersebut diserahkan kepada PERTAMINA. Hingga kini produksi crude oil (minyak mentah) dari lapangan tersebut diangkut dan ditampung di tangki-tangki besar penampungan di unit Terminal Pertamina Field Bunyu. Secara periodik produksi crude oil dari Bunyu dan lapangan Sembakung diangkut oleh tanker menuju unit pengolahan di Balikpapan.
Disamping industri eksplorasi minyak dan gas, Pulau Bunyu juga memiliki pabrik yang memproduksi methanol. Pabrik ini didirikan setelah diketahu bahwa dikawasan Pulau Bunyu banyak memiliki cadangan gas alam. Sehingga pemerintah RI membangun kilang methanol di pulau kecil ini pada tahun 1981. Pembangunannya dapat diselesaikan pada tahun 1986. Pada awal berdirinya, kilang methanol di Pulau Bunyu ini memiliki kapasitas produksi 1.000 ton per hari. Lalu seiring dengan perjalanan waktu, produksinya pun menjadi makin menurun. Dan pada tahun 1997, kilang methanol ini disewakan oleh Pertamina kepada PT. Medco Energy. Selanjutnya Kilang Methanol Bunyu dioperasikan oleh anak perusahaan PT. Medco Energy yang bernama PT. Medco Methanol Bunyu hingga saat menjelang akhir tahun 2008 perusahaan ini menghentikan kegiatan produksinya. Pasca PT. Medco Methanol Bunyu aka nada lagi perusahaan yang akan masuk, entah perusahaan apa yang akan menggantikan PT. Medco Methanol Bunyu.
PRO DAN KONTRA MASYARAKAT BUNYU
Semuanya membutuhkan solusi, namun entah siapa dan darimana mau memulainya? Masing-masing memiliki argument tersendiri yang sangat logis untuk diterima. Mencoba mereview kebelakang, coba memunculkan pertanyaan “Seandainya pertambangan batu bara tersebut tidak ada, kontroversi itu mungkin tidak akan ada, tidak akan memunculkan pro dan kontra, tidak akan muncul pernyataan bagaimana Bunyu 20-30 tahun kedepan” tapi akan selalu timbul juga pertanyaan “andaikata pertambangan batu bara ditutup, maka akan dikemanakan pengangguran dampak ditutupnya pertambangan yang ada di Pulau Bunyu?” Biarkan semuanya mengalir dan berjalan sebagaimana mestinya, yang pro tetap bekerja sabagaimana mestinya dan yang kontra mengawal sebagaimana mestinya juga, tanpa ada persepsi bahwa yang kontra dikarenakan kekecewaan karena tidak mendapatkan apa-apa, maksud tertntu dari semua bentuk aksi penolakan. Semoga semuanya murni Idealisme menjaga kelestarian alam yang ada di Pulau Bunyu.
Pernah terbit di sebuah harian pada tanggal 10 Juli 2008 dengan judul : “DAMPAK PENAMBANGAN BATU BARA PULAU BUNYU TERANCAM TENGGELAM”
Kegiatan eksplorasi batu bara yang dilakukan oleh tiga perusahaan, masing-masing PT Lamindo Inter Multikon, PT Mitra Niaga Mulia, dan PT Garda Tujuh Buana di Pulau Bunyu, Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur, dinilai telah merusak keberadaan pulau tersebut.
Pemerintah kecamatan Bunyu dianggap selalu mengatasnamakan masyarakat. Kekhawatiran ini terkait dengan sering berpindahnya patok (papan nama) kawasan konservasi yang diduga dilakukan oleh penambang batu bara.
Akibatnya, di pulau yang luasnya mencapai 198,32 KM2 ini, tidak ada kejelasan daerah mana yang dijadikan kawasan lindung. Banyak warga setempat menemukan tanda kawasan lindung, tetapi kenyataannya, di lokasi terjadi penggundulan dan pertambangan batu bara.
"Ironisnya, banyak papan pembatas dipindahkan ke daerah DAM utara, dimana tempat penyediaan stok air bersih bagi masyarakat Pulau Bunyu ada di daerah itu," ujar sumber dari Forum Komunikasi Pemuda Bunyu (FKPB) Kamis (10/7).
Kawasan yang merupakan daerah serapan air itu ditakutkan turut pula dikupas untuk kepentingan eksplorasi batu bara. Eksekutif Daerah Walhi Kalimantan Timur Isal Wardhana ketika dimintai pendapatnya menuturkan, kegiatan reboisasi yang ada sekarang ini, menunjukkan bahwa kenyataan di lapangan, kegiatan reboisasi ternyata tidak ada wujud fisiknya. "Karena sudah digunakan untuk lahan penggarapan batu bara," ujarnya.
Lahan reboisasi yang telah terpakai untuk tambang batu bara luasnya mencapai 1.000 hektare. Ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah setempat tidak serius untuk menjaga dan melestarikan hutan yang ada di kecamatan Bunyu. Data yang diterima dari FKPB menyebutkan, luas lahan yang digarap oleh PT Garda Tujuh Buana sesuai dengan SK Bupati Bulungan mencapai 1995,003 hektare. Sementara luas kerusakan akibat kegiatan itu telah mencapai 2.000 hektare.
Sementara PT Lamindo Inter Multikon 1.000 hektare dan PT Mintra Niaga Mulya mencapai 1993 hektare. "Dengan adanya kegiatan penambangan tampa batas itu, akibatnya akan mempercepat air laut masuk melalui aliran sungai. Bahkan bisa menenggelamkan pulau itu," jelas Isal lagi.
Kegiatan ini oleh FKPB dianggap melanggar UU nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan proses penambangan batu baranya dianggap menyalahi UU nomor 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Sebelumnya, sejumlah bekas galian juga telah ditinggalkan oleh perusahaan-perusahaan lain penambangan batu bara. Di antaranya PT Adani Global dan PT Well. Banyak pula di kawasan itu terdapat tanah-tanah ulayat suku Dayak dan Tidung.
Studi kelayakan perusahaan-perusahaan itu belum bisa dipertanggungjawabkan. Karena pembahasannya tidak pernah melibatkan unsur masyarakat setempat. Topografi dari Pulau Bunyu sendiri adalah dataran tinggi dengan kemiringan sedang. Pulau ini terdiri dari tiga desa, yakni Bunyu Selatan, Barat, dan Timur.
Jumlah penduduk mencapai 9.920 jiwa yang terdiri dari 5.214 laki-laki dan 4.679 perempuan. Dengan posisi orang dewasa 6.603 orang dan 3,267 tergolong anak-anak. Tingkat kepadatannya rata-rata 50,02 jiwa per KM2. rata-rata mata pencaharian masyarakat disana adalah tenaga kerja PT Pertamina EP region Indonesia Timur dan PT Medco Methanol Bunyu. Selebihnya adalah petani, pekebun, nelayan. Potensi pulau yang letaknya dekat dengan pulau Tarakan ini adalah batu bara, migas, ikan dan hasil laut lainnya.
Selain daratan yang rusak, akibat kegiatan penambangan itu, kondisi Pantai Nibung di desa Bunyu Timur yang menjadi kawasan wisata setempat rusak parah. Sehingga mematikan roda ekonomi masyarakat setempat. Tampa terkecuali nelayan sekitar. Untuk PT Lamindo sendiri, Bupati Bulungan telah menerbitkan SK/IUP sejak tahun 2006 lalu. Ijin tersebut berlaku selama 30 tahun. Sejak 7 Agustus 2006-7 Agustus 2036. [ST]
Setelah itu terbit pula disalah satu harian pada hari Selasa, 10 November 2009 dengan judul : “PEMBALAKAN LIAR DI PULAU BUNYU”
Perang terhadap segala bentuk praktik ilegal yang dikumandangkan jajaran Polda Kaltim terus digencarkan. Khususnya terhadap praktik illegal logging yang disinyalir masih marak terjadi di berbagai daerah di Kaltim, dengan beragam modus.
Yang terbaru, Polda bersama jajaran Polres Bulungan, melakukan penertiban terhadap pembalakan liar di kawasan Pulau Bunyu. Praktik terjadi di lahan yang masuk kawasan Kuasa Pertambangan (KP) PT Garda Tujuh Buana (GTB). Seperti dijelaskan Kapolda Irjen Pol Salempang, usai melantik sejumlah pejabat utama di lingkungan Polda Kaltim kemarin, praktik illegal terjadi bukan terkait aktivitas pertambangan yang dilakukan PT Garda Tujuh Buana.
“Jadi bukan berarti pelanggaran yang terjadi atas sebuah perusahaan tambang itu, lantaran tidak punya izin atau illegal mining. Pelanggaran itu bisa terjadi karena berbagai sebab, yang tidak terkait dengan perizinan. Misalnya saja, perusahaan tambang dilakukan di dalam area hutan lindung atau cagar alam. Mungkin saja punya izin, tapi kalau ada di dalam hutan lindung, jelas terlarang. Bisa juga karena kegiatannya menggunakan area hutan lindung tanpa izin, misalnya membangun jalan. Atau bisa juga terjadi karena di dalam kawasan tambangnya, ada hutan, kemudian dibabat begitu saja, tanpa memiliki Izin Pemanfaatan Kayu atau IPK. Seperti yang terjadi di Pulau Bunyu ini,” tegas Salempang kemarin.
Proses hukum terhadap penebangan hutan tanpa IPK yang terjadi di area KP milik PT GTB ini, menurut Salempang, bahkan sudah sampai tingkat penyidikan. “Sudah selesai penyidikan tahap 1. Sudah ada tersangka yang ditetapkan dan ditahan di Ditreksrim Polda Kaltim, sebanyak 2 orang,” jelas Salempang lagi.
Dua tersangka yang sudah ditahan di Polda Kaltim, seperti diterangkan Kasat Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Ditreskrim Polda Kaltim AKBP Ismahjudin SIK MSi, masing-masing berinisial HA dan SA.
“Mereka adalah tenaga teknik tambang dan surveyor lahan di PT GTB itu. Mereka sudah ditahan di Polda sekitar 20 hari. Karena proses perpanjangan masa penahanan sudah keluar,” jelas Ismahjuddin. Ditambahkan Ismahjudin, hutan yang dibabat di area KP PT GTB ini, luasnya sekitar 150 hektare. Dengan kayu yang berhasil ditebang mencapai sekitar 300 meter kubik. (win)
Masih seputar pro dan kontra pertambangan yang ada, sebagaimana terbit di sebuah harian di Jakarta pada hari Kamis, 18 Februari 2010 dengan judul : “BUNYU DIEKSPLOITASI, DPD LAPOR MENHUT”
Kementerian Kehutanan akan mengirim tim khusus untuk memeriksa kebenaran informasi bahwa Pulau Bunyu di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur telah dilakukan eksploitasi baru bara. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan juga memastikan bahwa pihaknya tak pernah memberikan izin pertambangan di Bunyu.
Kalaupun benar diekploitasi, kepada anggota DPD asal kaltim Luther Kombong, Menhut mengaku sangat kecewa sebab Bunyu tergolong pulau kecil, sehingga dilarang dilakukan aktivitas pertambangan. "Kalau terus ditambang, pulaunya bisa cepet tenggelam. Begitu kata Menhut," ucap anggota DPD Kaltim Luther Kombong, Kamis (18/2).
Luther mengatakan, bahwa sejak 3 tahun lalu Bunyu telah dieksploitasi. Investor yang mengeksploitasi, lanjut Luther, berasal dari India yang mengaku bisa menambang setelah mengantongi izin dari Bupati Bulungan. Jika dibiarkan, lanjut dia, dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan lingkungan di Bunyu.
Pulau Bunyu adalah kota kecamatan yang terdiri dari 3 desa, dengan penduduk sekitar 10 ribu orang. Luas wilayahnya 198,32 km per segi dengan perbatasan Kabupaten Nunukan di utara, Pulau Tarakan (selatan), Pulau Baru (barat), dan Laut Sulawesi di bagian timur. Di Bunyu terdapat pabrik Methanol milik Pertamina yang dikelola Medco E&P Indonesia. Karena itulah selain mayoritas bekerja sebagai nelayan, sebagian penduduk Bunyu adalah pendatang karena bekerja di Pertamina EP Bunyu dan Medco Methanol Bunyu.
Jika nantinya informasi Luther ini benar, Menhut mengaku akan kembali menelan kekecewaan terhadap pengelolaan hutan di Kaltim. Sebelumnya, Zulkifli juga kecewa dengan banyaknya kuasa pertambangan (KP) batu bara illegal di Kaltim yang diterbitkan sepihak oleh kepala daerah. Dari 1000 lebih KPK yang terbit, setelah diteliti ulang yang sah ternyata hanya 36 KP. KP bermasalah itu disebabkan karena lokasinya di hutan lindung, konservasi atau kawasan lain yang sebenarnya dilarang undang-undang. "Apalagi kalau menjelang pilkada, KP yang dikeluarkan kepala daerah satu tempat bisa tumpang tindih tiga sampai lima KP lain, " ungkap Menhut seperti ditirukan Luther.
Solusi mengatasi permasalahan ini tak lain dari penegakan hukum yang tegas. Pemerintah Kaltim, diminta jangan hanya memikirkan keuntungan sesaat dari batu bara, tapi juga sejak dini harus beripikiran akibat sampingan terhadap lingkungan yang rusak seperti yang kini dialami Bangka Belitung, yang diakibatkan penggalian timah tak terkendali. (pra/jpnn)
Kemudian terbit lagi diharian Radar Tarakan pada hari Sabtu, 20 Februari 2010 dengan judul : “PERTAMBANGAN BATUBARA DI BUNYU DI LUAR KAWASAN HUTAN”
Perijinan Lengkap, Anggap Sudah Legal
Manajer Project Facilitation PT Adani Global Didi Marsono menjelaskan, bahwa kegiatan penambangan batu bara yang dilakukannya selama kurang lebih dua tahun di Bunyu telah berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Begitu pula dengan ijin-ijin yang dikantongi, semua dirasa sudah lengkap dan cukup kuat.
Demikian disampaikan Didi, mewakili manajemen PT Adani Global selaku kontraktor pelaksana penambangan batubara di Bunyu untuk meluruskan pemberitaan mengenai statemen dari Menteri Kehutanan RI yang dinilai sedikit menyudutkan pihaknya.
Disebutkannya, berdasarkan ijin Kuasa Pertambangan (KP) yang dikeluarkan, areal pertambangan milik PT Lamindo Inter Multikon tersebut berada di areal KBNK (kawasan budidaya non kehutanan) atau di luar kawasan hutan.
Perijinan yang dimiliki oleh perusahaan, kata dia, cukup lengkap, di antaranya KP pengangkutan dan penjualan dari Bupati, PPLB dengan Pertamina yang merupakan rekomendasi dari Menteri ESDM. Kemudian IPK—rekomendasi dari gubernur Kaltim, Pelsus batubara (ijin lokasi dari bupati dan menteri perhubungan, rekomendasi dari gubernur). “Tak hanya itu, oleh kementrian lingkungan hidup (KLH) melalui Ditjen Minerba Pabum juga telah melakukan pemeriksaan langsung di lapangan,” ujarnya.
Disamping legalitas yang cukup kuat, PT Adani Global juga sangat memperhatikan lingkungan sekitar. Termasuk terhadap masyarakat Bunyu. Dikatakan, sejak beroperasi pada 2007 hingga sekarang, PT Adani Global selaku kontraktor penambangan batubara di Pulau Bunyu telah mempekerjakan lebih dari 1200-an orang tenaga kerja langsung di Bunyu.
Meski merupakan perusahaan PMA (penanam modal asing), dari 1.200 orang tersebut, 99 persennya adalah karyawan warga negara Indonesia. Lebih dari 90 persen lebih karyawan adalah warga Bunyu atau sekitar 10 persen dari populasi penduduk Bunyu bekerja di sektor pertambangan batu bara.
Didi Marsono mengungkapkan, bahwa saat ini sekitar 60 persen perekonomian di Bunyu ditopang oleh batubara. Terlebih sejak PT Medco yang sebelumnya beroperasi di daerah itu telah tutup. “Dampak positif lainnya, sejak adanya perusahaan batubara perekonomian meningkat, pengangguran turun, dan kriminalitas menurun drastis,” ungkapnya.
Berbeda dengan PT Medco yang mayoritas karyawannya adalah pendatang, sehingga saat perusahaan tutup langsung meninggalkan Bunyu, perusahaan batubara memperkerjakan mayoritas warga lokal. Bahkan termasuk warga yang tidak berpendidikan sama sekali.
Lebih jauh dia mengatakan, dalam hal pelestarian lingkungan hidup, pihak perusahaan telah menjalankan reklamasi secara aktif pada areal eks tambang. Sedikitnya sudah ada 10.000 pohon yang ditanam untuk mereklamasi, termasuk juga di luar kawasan pertambangan.
Program CSR (corporate social responsibility) yang dilakukan pihak perusahaan, lanjut dia, juga sudah berjalan dengan baik. Mulai dari bidang pendidikan, sosial, kesehatan dan hal-hal lainnya. Selain berupaya meningkatkan kapasitas produksi, PT Adani Global bersama PT Lamindo Inter Multikon juga telah menunjukkan kepeduliannya terhadap masyarakat di sekitar kegiatan operasi penambangan, termasuk warga Pulau Bunyu secara luas.
Kepedulian ini telah direalisasikan melalui beberapa programnya. Antara lain program beasiswa penuh kepada mahasiswa dari Bunyu. “Setiap tahun kita membiayai kuliah mahasiswa bunyu sebanyak 5 orang,” ujar Didi Marsono.
Di bidang kesehatan, PT Lamindo Inter Multikon dan Adani Global juga telah menunjukkan kepeduliannya. Dengan tiga dokter yang dimiliki, perusahaan memberikan layanan kesehatan gratis kepada masyarakat Bunyu.
Kepada balita yang berat badannya di bawah kurva normal (BGM), oleh perusahaan diberikan makanan tambahan bergizi setiap bulan. Yaitu berupa susu dan makanan bergizi lainnya. “Untuk setiap kegiatan sosial kemasyarakatan, agama, pemuda, PT. LIM (lamindo inter multikon) dan PT. Adani Global selalu menjadi tulang punggung pembiayaan,” ujarnya.
Begitu pula untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Rencana sudah dimatangkan untuk penyediaan air bersih bagi masyarakat Bunyu dan listrik bagi yang belum terjangkau PLN. Yaitu melalui survey geohydrolgy dan pembicaraan dengan BPPT yang masih dilakukan. “Kewajiban kita kepada pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah juga sudah kita laksanakan dengan baik. Mulai dari pembayaran pajak-pajak, royalti dan KKSDA,” tambahnya.
Dukungan dari masyarakat Bunyu terhadap perusahaan, kata dia, sangatlah besar. Melalui Lembaga Adat Tidung, organisasi penduduk asli Bunyu, KKSS, LSM dan elemen-elemen masyarakat lainnya menyatakan sangat mendukung keberadaan perusahaan batubara di Bunyu.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kehutanan akan mengirim tim khusus untuk memeriksa kebenaran informasi bahwa kandungan batu bara Pulau Bunyu, Kabupaten Bulungan, telah dieksploitasi.
Apalagi, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan juga memastikan bahwa pihaknya tak pernah memberikan izin pertambangan di Bunyu. Kalaupun benar diekploitasi, Menhut mengaku sangat kecewa sebab Bunyu tergolong pulau kecil, sehingga dilarang dilakukan aktivitas pertambangan. Pernyataan Menhut asal Partai Golkar tersebut menanggapi pertanyaan anggota DPD Kaltim Luther Kombong bahwa sejak 3 tahun lalu Bunyu telah dieksploitasi. (ngh)
Nama Pulau : Pulau Bunyu
Nama Kecamatan : Kecamatan Bunyu
Nama Camat : Ibramsyah,S.Sos
Nama Desa : Desa Bunyu Timur ,Desa Bunyu Barat dan Desa Bunyu Selatan
Nama Kepala Desa : Muhammad (Kepala Desa Bunyu Timur)
Lawang (Kepala Desa Bunyu Barat)
Junaidi Baco (Kepala Desa Bunyu Selatan)
TOPOGRAFIS
Secara umum jika ditinjau secara geografis Pulau Bunyu terdiri dari daerah datar dan sebagaiannya dataran tinggi dengan tingkat kemiringan sedang.
DEMOGRAFIS
Secara demografis Kecamatan Bunyu memiliki jumlah penduduk 9.810 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 5.214 jiwa dan perempuan 4.656 jiwa. Dari sejumlah penduduk itu, klasifikasi dewasa 6.603 jiwa dan anak-anak 3.267 jiwa, dengan tingkat kepadatan mencapai 49,47 jiwa/km².
SOSIAL BUDAYA
Masyarakat di Bunyu cukup beranekaragam, bagian terbesarnya adalah pendatang yang berasal dari Jawa maupun Sulawesi. Sedangkan suku aslinya adalah masyarakat Suku Tidung, dengan komposisi Suku Jawa 26,85 %, Bugis 25,11 %, Tidung 11,29 %, Banjar 9,97 % dan suku lainnya 26,78 %.
Berdasarkan agama yang dianut masyarakatnya pun juga beragam, meliputi: Islam 87,67%, Kristen Protestan/Katolik 12,13%, Hindu 0,03%, serta Budha 0,17%. Dengan keanekaragaman tersebut, maka secara budaya dan adat istiadat pun juga beragama. Masing-masing suku yang ada secara khas menampilkan budayanya masing-masing, seperti Jawa, Bugis, Banjar, Tidung maupun lainnya. Sebagian masyarakatnya bekerja sebagai tenaga kerja/karyawan di PT Pertamina EP Bunyu dan PT Adani Global, PNS, petani kebun dan bagian terbesarnya menjadi nelayan.
KOMODITI KHAS
Salak, dimana buah tersebut jika ingin mendapatkannya silahkan berkunjung ke daerah Gunung Daeng walaupun namanya Gunung Daeng tapi daerah tersebut bukan di gunung. Mayoritas masyarakat Gunung Daeng adalah masyarakat yang berasal dari Sulawesi lebih spesifiknya adalah berasal dari Kabupaten Enrekang, cukup unik karena daerah tersebut di huni oleh 100% suku Bugis (Enrekang) 100% Islam
Ikan (basah dan kering) didaerah pangkalan dekat dengan pasar lama.
Komoditi olahan hasil pertanian, untuk masalah pertanian khususnya sayur mayur kita dapat mengunjungi daerah yang bernama “Kebun Sayur” yang terletak di Jalan Manunggal IX mayoritas petani sayuran tersebut adalah suku Toraja.
Selain itu juga terdapat buah yang unik yaitu, buah kapul, buah terap, buah keledang dan buah elay biasa orang menyebutnya dengan durian kuning.
OBYEK WISATA
Pantai Nibung, Pantai Sungai Kura, Padang Golf dan Pabrik Produksi Minyak dan Gas, Kolam Renang,
POTENSI
Batu Bara, Minyak dan Gas, Perikanan dan Pertanian
AKSES MENUJU PULAU BUNYU
Jika hendak berkunjung ke Pulau Bunyu maka transportasi yang digunakan menggunakan speed boad dengan jarak tempuh sekitar 60 menit dengan mengeluarkan biaya 75.000,- dulu bisa menggunakan kapal milik pertamina selain itu juga bisa menngunakan pesawat karena walaupun hanya pulau namun memiliki bandara yang dibangun oleh perusahaan pertamina, kini bandara tersebut sudak tidak beraktifitas lagi dan beralih fungsi dipergunakan oleh masyarakat sebagai tempat joging pada pagi dan sore hari.
DINAMIKA DI PULAU BUNYU
Jika telah menginjakkan Pulau Bunyu khususnya bagi para pendatang baru maka jangan heran dan jangan kaget, yang akan tampak bangunan besar seperti Hotel tapi itu bukanlah hotel melainkan kantor besar sebagaimana masyarakat bunyu menyebutnya, kantor besar karena kantor tersebuat yang pling besar di Pulau tersebut, Pertama kali diresmikan oleh mantan Presiden ke-2 RI, Soeharto, pada tanggal 23 Oktober 1986. Lalu untuk pengoperasiannya pertama kali diresmikan pada tanggal 26 Februari 1988 oleh Abdul Rachman Ramly selaku Direktur Utama Pertamina pada waktu itu. Dua tanggal peresmian yang berbeda ini dapat dilihat pada dua buah prasasti yang berada pada dinding resepsionis kantor ini. Keduanya terbuat dari batu marmer.
Adapun penginapan di Pulau tersebut terdapat di jalan pangkalan yaitu penginapan “Sudi Mampir”, ada juga penginapan dekat kantor besar yang bernama penginapan “Suhaya” dan di jalan maunggal penginapan “Rika”. Namun kini akan terasa sulit selain penginapan “Sudi Mampir” karena penginapan yang lain sudah terisi oleh pekerja dari pertambangan batu bara. Bahkan rumah-rumah milik warga juga sudah banyak yang dikontrakkan. Bagi para pengunjung yang menjadi tamu dari perusahaan Pertamina tidak perlu khawatir karena Perusahaan Pertamina memiliki Mess dengan fasilitas yang cukup memadai. Walaupun hanya sebuah kecamatan kecil, namun sudah banyak memberikan prestasi yang cukup gemilang, baik itu dibidang keagamaan, kesenian, pendidikan, maupun olahraga. Karena faktor bercampur baurnya masyarakat asli pulau Bunyu dengan pendatang dari luar, maka tidak heran kalau kehidupan masyarakatnya pun dapat dianggap modern, dimana dapat dilihat dari cara berpikir masyarakatnya dan juga pola kehidupannya yang cukup terpengaruh oleh zaman modern yang kemungkinan didukung oleh fasilitas fasilitas yang lumayan memadai untuk sebuah pulau kecil. Adanya warnet yang dikelolah oleh Multicom yang tersedia juga membuka kesempatan masyarakatnya untuk berbaur dengan dunia maya. Perpustakaan perpustakaan yang tersedia untuk umum pun juga dapat berpengaruh kepada pemikiran masyarakatnya.
Sejak beberapa puluh tahun sebagian besar masyarakat Bunyu bekerja sebagai karyawan Pertamina. Sebuah industri migas yang telah dimulai sejak tahun 1929 ini memang menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.
Pulau Bunyu juga mempunyai beberapa tempat wisata. Mungkin yang pantas untuk disebutkan misalnya pantai Nibung dan pantai Sungai Kura. Kedua pantai ini memang sudah biasa menjadi tempat berekreasi bagi masyarakat Bunyu. Bahkan di pantai Nibung beberapa kali pernah diadakan kegiatan Pesta Pantai yang kabarnya akan dijadikan agenda reguler. Bahkan pantai tersebut pernah diadakan pesta laut dengan pelepasan 1000 ekor anakpenyu, beberapa tahun kemudian setelah besar penyu-penyu tersebut bertelur disekitar pantai Nibung dn pantai Serdang, sungguh sangat disayangkan akibat tidak dikelolah dan mendapat perhatian dengan baik penyu-penyu tersebut sudah semakin jarang ditemukan bertelur, belum ada penelitian tentang keberadaan penyu-penyu tersebut menghilang dengan sendirinya.
PULAU YANG KECIL NAMUN KAYA AKAN SDA DAN SDM
Pulau Bunyu adalah pulau yang menarik walaupun pulau ini sangat kecil bahkan mencarinya di Peta juga mungkin tidak terlihat, walaupun pulau ini sangat kecil namun kaya akan sumber daya alam. Ada pabrik Methanol milik Pertamina yang dikelola oleh Medco E&P Indonesia (milik pengusaha nasional Arifin Panigoro sekarang sudah tidak beroperasi lagi karena kontraknya sudak berakhir). Selain itu Pertamina E&P juga telah lebih dari dari 40 tahun melakukan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi migas di pulau tersebut. Selain Perusahaan yang bergerak di bidang Migas kini Pulau Bunyu juga memiliki Perusahaan PT. Adani Global yang bergerak dibidang pertambangan batu bara. Dengan demikian Pulau Bunyu seolah menjadi magnet. Tapi disebalik pertambangan batu bara tersebut masih menyisahkan kontroversi Pro dan kontra dari masyarakat setempat. Simalakama,itulah mungkin yang dapat digambarkan satu sisi masyarakat berdalih dengan adanya pertambangan batu bara berarti mengurangi pengangguran yang ada di Pulau Bunyu. Inilah dalih yang digunakan bagi masyarakat yang pro terhadap pertambangan batu bara. Disatu sisi bagi masyarakat yang kontra dengan berdalih bahwa dengan masuknya pertambangan batu bara milik PT. Adani Global maka akan terjadi kerusakan hutan yang belum tampak saat ini,namun akan terasa 20,30 tau 40 tahun kedepan, kalau memang ini akan terkadi lantas bagaimana nasib generasi anak cucu selanjutnya? Kata solusi sampai kapan akan didengungkan? Sementara pertambangan sudah berjalan masyarakat juga sudah menikmati (bgi mereka yang menikmati) kalaupun solusi tidak ditemukan mungkin dinamika yang terjadi berjalan seperti air,bagi yang pro sesuai dengan pendiriannya mengurangi pengangguran bagi yang kontra sesuai juga dengan pendiriannya selamatkan pulau bunyu,save our island.
Mengenai SDM di Pulau Bunyu, (walaupun sedikit emosional) terbilang lumayan, bayangkan dulu waktu masih menjadi SD Pertamina kemudian berubah menjadi SD Patra Dharma setiap ada perlombaan cerdas cermat tingkat SD-SMP se-Kecamatan Bunyu selalu dimenangkan oleh SD-SMP Patra Dharma (maaf tanpa mengecilkan prestasi sekolah yang lain) dan mewakili tingkat Kabupaten Bulungan kemudian tingkat Provinsi Kalimantan Timur bahkan prestasi tersebut sampai pada tingkat Pusat di Jakarta, terima kasih buat kawan-kawan yang telah membawa nama baik Pulau Bunyu (Prima Krisna, Rijal Fadilah, Mahendra, Didit Aditya dan Julius Ramadhan). Selain itu pada perlombaan lain juga kontingen dari Pulau Bunyu acap kali mendaptkan prestasi membawa nama baik Pulau Bunyu. Dan baru-baru ini salah satu sahabat kami Rustam meraih juara I kejuaraan kempo yang diadakan di Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara mengalahkan juara provinsi. Sungguh Prestasi yang membanggakan…
SEJARAH MIGAS DI PULAU BUNYU
Menurut beberapa catatan yang ada, lapangan minyak dan gas di Pulau Bunyu sudah diketemukan pada awal abad ke-20. Tepatnya pada tahun 1902. Tidak ada catatan yang mencantumkan tanggal dan bulan. Survey lapangan ini dilakukan oleh Baataafsce Petroleum Maatchapij (BPM). 20 tahun kemudian usaha-usaha untuk mengeksplorasi minyak dan gas di Pulau Bunyu dilanjutkan oleh perusahaan Nederlanche Indische Aardolie Maatchapij (NIAM). Perusahaan ini merupakan perusahaan kerjasama antara Baataafsce Petroleum Maatchapij (BPM) dengan kerajaan Belanda.
Pada masa itu suasana di Pulau Bunyu masih sangat sepi. Pada tahun 1951, sumur pengeboran dengan kode B-17 sudah selesai dibangun dan menjadi sumur pertama di Pulau Bunyu yang memproduksi minyak dan gas. Ini masih dikerjakan oleh perusahaan NIAM. Dan pada tahun 1959, NIAM diubah namanya menjadi PT. PERMINDO yang kemudian dilikuidasi oleh pemerintah Republik Indonesia. Oleh pemerintah RI, nama perusahaan itu diubah lagi menjadi PN. PERMINA. Pada tahun 1971, nama PN. PERMINA berubah menjadi PERTAMINA.
Tidak kemudian, kandungan migas juga ditemukan oleh perusahaan ARII di lapangan Sembakung dan Bangkudulis. Dan pada tahun 1984 kedua lapangan migas tersebut diserahkan kepada PERTAMINA. Hingga kini produksi crude oil (minyak mentah) dari lapangan tersebut diangkut dan ditampung di tangki-tangki besar penampungan di unit Terminal Pertamina Field Bunyu. Secara periodik produksi crude oil dari Bunyu dan lapangan Sembakung diangkut oleh tanker menuju unit pengolahan di Balikpapan.
Disamping industri eksplorasi minyak dan gas, Pulau Bunyu juga memiliki pabrik yang memproduksi methanol. Pabrik ini didirikan setelah diketahu bahwa dikawasan Pulau Bunyu banyak memiliki cadangan gas alam. Sehingga pemerintah RI membangun kilang methanol di pulau kecil ini pada tahun 1981. Pembangunannya dapat diselesaikan pada tahun 1986. Pada awal berdirinya, kilang methanol di Pulau Bunyu ini memiliki kapasitas produksi 1.000 ton per hari. Lalu seiring dengan perjalanan waktu, produksinya pun menjadi makin menurun. Dan pada tahun 1997, kilang methanol ini disewakan oleh Pertamina kepada PT. Medco Energy. Selanjutnya Kilang Methanol Bunyu dioperasikan oleh anak perusahaan PT. Medco Energy yang bernama PT. Medco Methanol Bunyu hingga saat menjelang akhir tahun 2008 perusahaan ini menghentikan kegiatan produksinya. Pasca PT. Medco Methanol Bunyu aka nada lagi perusahaan yang akan masuk, entah perusahaan apa yang akan menggantikan PT. Medco Methanol Bunyu.
PRO DAN KONTRA MASYARAKAT BUNYU
Semuanya membutuhkan solusi, namun entah siapa dan darimana mau memulainya? Masing-masing memiliki argument tersendiri yang sangat logis untuk diterima. Mencoba mereview kebelakang, coba memunculkan pertanyaan “Seandainya pertambangan batu bara tersebut tidak ada, kontroversi itu mungkin tidak akan ada, tidak akan memunculkan pro dan kontra, tidak akan muncul pernyataan bagaimana Bunyu 20-30 tahun kedepan” tapi akan selalu timbul juga pertanyaan “andaikata pertambangan batu bara ditutup, maka akan dikemanakan pengangguran dampak ditutupnya pertambangan yang ada di Pulau Bunyu?” Biarkan semuanya mengalir dan berjalan sebagaimana mestinya, yang pro tetap bekerja sabagaimana mestinya dan yang kontra mengawal sebagaimana mestinya juga, tanpa ada persepsi bahwa yang kontra dikarenakan kekecewaan karena tidak mendapatkan apa-apa, maksud tertntu dari semua bentuk aksi penolakan. Semoga semuanya murni Idealisme menjaga kelestarian alam yang ada di Pulau Bunyu.
Pernah terbit di sebuah harian pada tanggal 10 Juli 2008 dengan judul : “DAMPAK PENAMBANGAN BATU BARA PULAU BUNYU TERANCAM TENGGELAM”
Kegiatan eksplorasi batu bara yang dilakukan oleh tiga perusahaan, masing-masing PT Lamindo Inter Multikon, PT Mitra Niaga Mulia, dan PT Garda Tujuh Buana di Pulau Bunyu, Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur, dinilai telah merusak keberadaan pulau tersebut.
Pemerintah kecamatan Bunyu dianggap selalu mengatasnamakan masyarakat. Kekhawatiran ini terkait dengan sering berpindahnya patok (papan nama) kawasan konservasi yang diduga dilakukan oleh penambang batu bara.
Akibatnya, di pulau yang luasnya mencapai 198,32 KM2 ini, tidak ada kejelasan daerah mana yang dijadikan kawasan lindung. Banyak warga setempat menemukan tanda kawasan lindung, tetapi kenyataannya, di lokasi terjadi penggundulan dan pertambangan batu bara.
"Ironisnya, banyak papan pembatas dipindahkan ke daerah DAM utara, dimana tempat penyediaan stok air bersih bagi masyarakat Pulau Bunyu ada di daerah itu," ujar sumber dari Forum Komunikasi Pemuda Bunyu (FKPB) Kamis (10/7).
Kawasan yang merupakan daerah serapan air itu ditakutkan turut pula dikupas untuk kepentingan eksplorasi batu bara. Eksekutif Daerah Walhi Kalimantan Timur Isal Wardhana ketika dimintai pendapatnya menuturkan, kegiatan reboisasi yang ada sekarang ini, menunjukkan bahwa kenyataan di lapangan, kegiatan reboisasi ternyata tidak ada wujud fisiknya. "Karena sudah digunakan untuk lahan penggarapan batu bara," ujarnya.
Lahan reboisasi yang telah terpakai untuk tambang batu bara luasnya mencapai 1.000 hektare. Ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah setempat tidak serius untuk menjaga dan melestarikan hutan yang ada di kecamatan Bunyu. Data yang diterima dari FKPB menyebutkan, luas lahan yang digarap oleh PT Garda Tujuh Buana sesuai dengan SK Bupati Bulungan mencapai 1995,003 hektare. Sementara luas kerusakan akibat kegiatan itu telah mencapai 2.000 hektare.
Sementara PT Lamindo Inter Multikon 1.000 hektare dan PT Mintra Niaga Mulya mencapai 1993 hektare. "Dengan adanya kegiatan penambangan tampa batas itu, akibatnya akan mempercepat air laut masuk melalui aliran sungai. Bahkan bisa menenggelamkan pulau itu," jelas Isal lagi.
Kegiatan ini oleh FKPB dianggap melanggar UU nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan proses penambangan batu baranya dianggap menyalahi UU nomor 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Sebelumnya, sejumlah bekas galian juga telah ditinggalkan oleh perusahaan-perusahaan lain penambangan batu bara. Di antaranya PT Adani Global dan PT Well. Banyak pula di kawasan itu terdapat tanah-tanah ulayat suku Dayak dan Tidung.
Studi kelayakan perusahaan-perusahaan itu belum bisa dipertanggungjawabkan. Karena pembahasannya tidak pernah melibatkan unsur masyarakat setempat. Topografi dari Pulau Bunyu sendiri adalah dataran tinggi dengan kemiringan sedang. Pulau ini terdiri dari tiga desa, yakni Bunyu Selatan, Barat, dan Timur.
Jumlah penduduk mencapai 9.920 jiwa yang terdiri dari 5.214 laki-laki dan 4.679 perempuan. Dengan posisi orang dewasa 6.603 orang dan 3,267 tergolong anak-anak. Tingkat kepadatannya rata-rata 50,02 jiwa per KM2. rata-rata mata pencaharian masyarakat disana adalah tenaga kerja PT Pertamina EP region Indonesia Timur dan PT Medco Methanol Bunyu. Selebihnya adalah petani, pekebun, nelayan. Potensi pulau yang letaknya dekat dengan pulau Tarakan ini adalah batu bara, migas, ikan dan hasil laut lainnya.
Selain daratan yang rusak, akibat kegiatan penambangan itu, kondisi Pantai Nibung di desa Bunyu Timur yang menjadi kawasan wisata setempat rusak parah. Sehingga mematikan roda ekonomi masyarakat setempat. Tampa terkecuali nelayan sekitar. Untuk PT Lamindo sendiri, Bupati Bulungan telah menerbitkan SK/IUP sejak tahun 2006 lalu. Ijin tersebut berlaku selama 30 tahun. Sejak 7 Agustus 2006-7 Agustus 2036. [ST]
Setelah itu terbit pula disalah satu harian pada hari Selasa, 10 November 2009 dengan judul : “PEMBALAKAN LIAR DI PULAU BUNYU”
Perang terhadap segala bentuk praktik ilegal yang dikumandangkan jajaran Polda Kaltim terus digencarkan. Khususnya terhadap praktik illegal logging yang disinyalir masih marak terjadi di berbagai daerah di Kaltim, dengan beragam modus.
Yang terbaru, Polda bersama jajaran Polres Bulungan, melakukan penertiban terhadap pembalakan liar di kawasan Pulau Bunyu. Praktik terjadi di lahan yang masuk kawasan Kuasa Pertambangan (KP) PT Garda Tujuh Buana (GTB). Seperti dijelaskan Kapolda Irjen Pol Salempang, usai melantik sejumlah pejabat utama di lingkungan Polda Kaltim kemarin, praktik illegal terjadi bukan terkait aktivitas pertambangan yang dilakukan PT Garda Tujuh Buana.
“Jadi bukan berarti pelanggaran yang terjadi atas sebuah perusahaan tambang itu, lantaran tidak punya izin atau illegal mining. Pelanggaran itu bisa terjadi karena berbagai sebab, yang tidak terkait dengan perizinan. Misalnya saja, perusahaan tambang dilakukan di dalam area hutan lindung atau cagar alam. Mungkin saja punya izin, tapi kalau ada di dalam hutan lindung, jelas terlarang. Bisa juga karena kegiatannya menggunakan area hutan lindung tanpa izin, misalnya membangun jalan. Atau bisa juga terjadi karena di dalam kawasan tambangnya, ada hutan, kemudian dibabat begitu saja, tanpa memiliki Izin Pemanfaatan Kayu atau IPK. Seperti yang terjadi di Pulau Bunyu ini,” tegas Salempang kemarin.
Proses hukum terhadap penebangan hutan tanpa IPK yang terjadi di area KP milik PT GTB ini, menurut Salempang, bahkan sudah sampai tingkat penyidikan. “Sudah selesai penyidikan tahap 1. Sudah ada tersangka yang ditetapkan dan ditahan di Ditreksrim Polda Kaltim, sebanyak 2 orang,” jelas Salempang lagi.
Dua tersangka yang sudah ditahan di Polda Kaltim, seperti diterangkan Kasat Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Ditreskrim Polda Kaltim AKBP Ismahjudin SIK MSi, masing-masing berinisial HA dan SA.
“Mereka adalah tenaga teknik tambang dan surveyor lahan di PT GTB itu. Mereka sudah ditahan di Polda sekitar 20 hari. Karena proses perpanjangan masa penahanan sudah keluar,” jelas Ismahjuddin. Ditambahkan Ismahjudin, hutan yang dibabat di area KP PT GTB ini, luasnya sekitar 150 hektare. Dengan kayu yang berhasil ditebang mencapai sekitar 300 meter kubik. (win)
Masih seputar pro dan kontra pertambangan yang ada, sebagaimana terbit di sebuah harian di Jakarta pada hari Kamis, 18 Februari 2010 dengan judul : “BUNYU DIEKSPLOITASI, DPD LAPOR MENHUT”
Kementerian Kehutanan akan mengirim tim khusus untuk memeriksa kebenaran informasi bahwa Pulau Bunyu di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur telah dilakukan eksploitasi baru bara. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan juga memastikan bahwa pihaknya tak pernah memberikan izin pertambangan di Bunyu.
Kalaupun benar diekploitasi, kepada anggota DPD asal kaltim Luther Kombong, Menhut mengaku sangat kecewa sebab Bunyu tergolong pulau kecil, sehingga dilarang dilakukan aktivitas pertambangan. "Kalau terus ditambang, pulaunya bisa cepet tenggelam. Begitu kata Menhut," ucap anggota DPD Kaltim Luther Kombong, Kamis (18/2).
Luther mengatakan, bahwa sejak 3 tahun lalu Bunyu telah dieksploitasi. Investor yang mengeksploitasi, lanjut Luther, berasal dari India yang mengaku bisa menambang setelah mengantongi izin dari Bupati Bulungan. Jika dibiarkan, lanjut dia, dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan lingkungan di Bunyu.
Pulau Bunyu adalah kota kecamatan yang terdiri dari 3 desa, dengan penduduk sekitar 10 ribu orang. Luas wilayahnya 198,32 km per segi dengan perbatasan Kabupaten Nunukan di utara, Pulau Tarakan (selatan), Pulau Baru (barat), dan Laut Sulawesi di bagian timur. Di Bunyu terdapat pabrik Methanol milik Pertamina yang dikelola Medco E&P Indonesia. Karena itulah selain mayoritas bekerja sebagai nelayan, sebagian penduduk Bunyu adalah pendatang karena bekerja di Pertamina EP Bunyu dan Medco Methanol Bunyu.
Jika nantinya informasi Luther ini benar, Menhut mengaku akan kembali menelan kekecewaan terhadap pengelolaan hutan di Kaltim. Sebelumnya, Zulkifli juga kecewa dengan banyaknya kuasa pertambangan (KP) batu bara illegal di Kaltim yang diterbitkan sepihak oleh kepala daerah. Dari 1000 lebih KPK yang terbit, setelah diteliti ulang yang sah ternyata hanya 36 KP. KP bermasalah itu disebabkan karena lokasinya di hutan lindung, konservasi atau kawasan lain yang sebenarnya dilarang undang-undang. "Apalagi kalau menjelang pilkada, KP yang dikeluarkan kepala daerah satu tempat bisa tumpang tindih tiga sampai lima KP lain, " ungkap Menhut seperti ditirukan Luther.
Solusi mengatasi permasalahan ini tak lain dari penegakan hukum yang tegas. Pemerintah Kaltim, diminta jangan hanya memikirkan keuntungan sesaat dari batu bara, tapi juga sejak dini harus beripikiran akibat sampingan terhadap lingkungan yang rusak seperti yang kini dialami Bangka Belitung, yang diakibatkan penggalian timah tak terkendali. (pra/jpnn)
Kemudian terbit lagi diharian Radar Tarakan pada hari Sabtu, 20 Februari 2010 dengan judul : “PERTAMBANGAN BATUBARA DI BUNYU DI LUAR KAWASAN HUTAN”
Perijinan Lengkap, Anggap Sudah Legal
Manajer Project Facilitation PT Adani Global Didi Marsono menjelaskan, bahwa kegiatan penambangan batu bara yang dilakukannya selama kurang lebih dua tahun di Bunyu telah berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Begitu pula dengan ijin-ijin yang dikantongi, semua dirasa sudah lengkap dan cukup kuat.
Demikian disampaikan Didi, mewakili manajemen PT Adani Global selaku kontraktor pelaksana penambangan batubara di Bunyu untuk meluruskan pemberitaan mengenai statemen dari Menteri Kehutanan RI yang dinilai sedikit menyudutkan pihaknya.
Disebutkannya, berdasarkan ijin Kuasa Pertambangan (KP) yang dikeluarkan, areal pertambangan milik PT Lamindo Inter Multikon tersebut berada di areal KBNK (kawasan budidaya non kehutanan) atau di luar kawasan hutan.
Perijinan yang dimiliki oleh perusahaan, kata dia, cukup lengkap, di antaranya KP pengangkutan dan penjualan dari Bupati, PPLB dengan Pertamina yang merupakan rekomendasi dari Menteri ESDM. Kemudian IPK—rekomendasi dari gubernur Kaltim, Pelsus batubara (ijin lokasi dari bupati dan menteri perhubungan, rekomendasi dari gubernur). “Tak hanya itu, oleh kementrian lingkungan hidup (KLH) melalui Ditjen Minerba Pabum juga telah melakukan pemeriksaan langsung di lapangan,” ujarnya.
Disamping legalitas yang cukup kuat, PT Adani Global juga sangat memperhatikan lingkungan sekitar. Termasuk terhadap masyarakat Bunyu. Dikatakan, sejak beroperasi pada 2007 hingga sekarang, PT Adani Global selaku kontraktor penambangan batubara di Pulau Bunyu telah mempekerjakan lebih dari 1200-an orang tenaga kerja langsung di Bunyu.
Meski merupakan perusahaan PMA (penanam modal asing), dari 1.200 orang tersebut, 99 persennya adalah karyawan warga negara Indonesia. Lebih dari 90 persen lebih karyawan adalah warga Bunyu atau sekitar 10 persen dari populasi penduduk Bunyu bekerja di sektor pertambangan batu bara.
Didi Marsono mengungkapkan, bahwa saat ini sekitar 60 persen perekonomian di Bunyu ditopang oleh batubara. Terlebih sejak PT Medco yang sebelumnya beroperasi di daerah itu telah tutup. “Dampak positif lainnya, sejak adanya perusahaan batubara perekonomian meningkat, pengangguran turun, dan kriminalitas menurun drastis,” ungkapnya.
Berbeda dengan PT Medco yang mayoritas karyawannya adalah pendatang, sehingga saat perusahaan tutup langsung meninggalkan Bunyu, perusahaan batubara memperkerjakan mayoritas warga lokal. Bahkan termasuk warga yang tidak berpendidikan sama sekali.
Lebih jauh dia mengatakan, dalam hal pelestarian lingkungan hidup, pihak perusahaan telah menjalankan reklamasi secara aktif pada areal eks tambang. Sedikitnya sudah ada 10.000 pohon yang ditanam untuk mereklamasi, termasuk juga di luar kawasan pertambangan.
Program CSR (corporate social responsibility) yang dilakukan pihak perusahaan, lanjut dia, juga sudah berjalan dengan baik. Mulai dari bidang pendidikan, sosial, kesehatan dan hal-hal lainnya. Selain berupaya meningkatkan kapasitas produksi, PT Adani Global bersama PT Lamindo Inter Multikon juga telah menunjukkan kepeduliannya terhadap masyarakat di sekitar kegiatan operasi penambangan, termasuk warga Pulau Bunyu secara luas.
Kepedulian ini telah direalisasikan melalui beberapa programnya. Antara lain program beasiswa penuh kepada mahasiswa dari Bunyu. “Setiap tahun kita membiayai kuliah mahasiswa bunyu sebanyak 5 orang,” ujar Didi Marsono.
Di bidang kesehatan, PT Lamindo Inter Multikon dan Adani Global juga telah menunjukkan kepeduliannya. Dengan tiga dokter yang dimiliki, perusahaan memberikan layanan kesehatan gratis kepada masyarakat Bunyu.
Kepada balita yang berat badannya di bawah kurva normal (BGM), oleh perusahaan diberikan makanan tambahan bergizi setiap bulan. Yaitu berupa susu dan makanan bergizi lainnya. “Untuk setiap kegiatan sosial kemasyarakatan, agama, pemuda, PT. LIM (lamindo inter multikon) dan PT. Adani Global selalu menjadi tulang punggung pembiayaan,” ujarnya.
Begitu pula untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Rencana sudah dimatangkan untuk penyediaan air bersih bagi masyarakat Bunyu dan listrik bagi yang belum terjangkau PLN. Yaitu melalui survey geohydrolgy dan pembicaraan dengan BPPT yang masih dilakukan. “Kewajiban kita kepada pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah juga sudah kita laksanakan dengan baik. Mulai dari pembayaran pajak-pajak, royalti dan KKSDA,” tambahnya.
Dukungan dari masyarakat Bunyu terhadap perusahaan, kata dia, sangatlah besar. Melalui Lembaga Adat Tidung, organisasi penduduk asli Bunyu, KKSS, LSM dan elemen-elemen masyarakat lainnya menyatakan sangat mendukung keberadaan perusahaan batubara di Bunyu.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kehutanan akan mengirim tim khusus untuk memeriksa kebenaran informasi bahwa kandungan batu bara Pulau Bunyu, Kabupaten Bulungan, telah dieksploitasi.
Apalagi, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan juga memastikan bahwa pihaknya tak pernah memberikan izin pertambangan di Bunyu. Kalaupun benar diekploitasi, Menhut mengaku sangat kecewa sebab Bunyu tergolong pulau kecil, sehingga dilarang dilakukan aktivitas pertambangan. Pernyataan Menhut asal Partai Golkar tersebut menanggapi pertanyaan anggota DPD Kaltim Luther Kombong bahwa sejak 3 tahun lalu Bunyu telah dieksploitasi. (ngh)